KEBUN AJAIB NARRA

KEBUN AJAIB NARRA

Pada zaman dahulu, terdapat sebuah desa yang cukup makmur yang terletak di dekat hutan rimba dan dikelilingi oleh sungai dengan air yang begitu jernih.
Di tengah hutan hutan rimba hiduplah seorang kakek tua bersama cucu perempuannya berumur 13 tahun bernama Narra. Mereka hanya hidup berdua. Orang tua Narra meninggal akibat terkena penyakit ketika desa mereka terserang wabah penyakit kulit yang mengerikan 10 tahun silam. Pada saat itu juga sedang terjadi kekeringan yang menyebabkan kelaparan di desa tersebut. Sebagian besar penduduknya meninggal karena penyakit tersebut dan tidak bisa mendapatkan bahan makanan. Beruntung Narra yang saat itu berusia 3 tahun sama sekali tidak terjangkit penyakit tersebut.
Narra dan kakeknya memilih untuk tinggal di tengah hutan karena mereka diusir oleh penduduk desa. Kakek Narra menderita penyakit kulit. Pada tubuhnya muncul berbagai tonjolan-tonjolan berwarna merah. Penduduk mengusirnya karena takut penyakit itu akan menyebar seperti tragedi yang pernah terjadi. Penduduk melarang Narra dan kakeknya untuk memasuki desa dan tidak ada satu orang pun yang pernah masuk ke dalam hutan tersebut.
Di tengah hutan, Narra dan kakeknya memenuhi kebutuhan hidup dengan berkebun. Kakek Narra memiliki ilmu pengetahuan yang sangat baik di bidang pertanian karena sebelum dirinya terjangkit penyakit kulit, ia adalah seorang petani handal. Di halaman rumah kecil mereka tumbuh beberapa jenis sayuran dan buah-buahan. Dan buah yang paling banyak mereka tanam adalah buah semangka yang merupakan buah kesukaan Narra. Narra sangat menyukai buah-buahan. Setiap ingin menanam buah, kakek Narra selalu menggambar setiap jenis tanaman yang akan ditanam pada kulit kayu.
Selain pandai berkebun, kakek Narra juga dapat meramu obat herbal dari tumbuhan yang ia tanam. Dengan keahliannya perlahan-lahan penyakit kulit yang dideritanya selama ini bisa sembuh berkat ramuan yang dibuatnya. Ilmu pengetahuan bertani dan meramu ini kakek turunkan ke Narra. Narra sangat pandai berkebun dan juga meramu obat. Narra sangat mencintai seluruh tanaman yang mereka tanaman. Dirawatnya semua tumbuhan yang ada dan diajaknya bicara layaknya manusia. Itulah bentuk kecintaan Narra terhadap semua tumbuhan.

Walaupun Narra hanya hidup berdua dengan kakeknya yang sudah tua, Narra tidak pernah merepotkan dan membantah kakeknya. Narra tidak pernah tahu tentang dunia luar, tentang desa yang dulu pernah ditempati oleh keluarganya, yang ia tahu hanya hutan sebagai rumahnya.
Hingga pada suatu malam, angin bertiup kencang dan hujan turun sangat deras. Kakek Narra yang telah tua dan sakit-sakitan terjatuh saat akan memetik beberapa buah kesukaan Narra. Narra memopong kakeknya ke tempat tidur. Narra bingung, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Kakeknya memegang tangan Narra sambil menyuruhnya duduk di sampingnya. Kakeknya berkata dengan suara pelan agar Narra selalu menyimpan kulit kayu bergambar kebun indah dan berpesan agar Narra harus tetap bertahan hidup dan selalu menjaga rumah serta kebun mereka apapun yang terjadi. Kakek meminta Narra untuk pergi ke sebuah desa yang ada di ujung hutan tempat mereka tinggal. Narra hanya bisa menangis melihat kondisi kakeknya. Ia tidak peduli dengan apa yang kakek katakan. Ia hanya terus memhon agar kakeknya bisa bertahan. Kata-kata kakek terhenti dan genggaman tangannya terlepas. Kakek Narra telah meninggal dunia.  Pada malam itu Narra menangis sejadi-jadinya. Apa yang bisa ia lakukan tanpa kakek.
Lima tahun setelah kematian kakek telah terlewati. Narra tetap hidup seorang diri di hutan. Narra tumbuh menjadi gadis yang cantik dan mandiri.
Narra tetap melanjutkan hidupnya dengan berkebun dan ia juga sering meramu obat-obatan.
Di suatu hari, terdengar suara dari arah dapur. Narra yang sedang asyik meramu obat terkejut dan ia penasaran dengan bunyi tersebut. Perlahan-lahan ia langkahkan kakinya dengan membawa tongkat kayu untuk berjaga-jaga. Narra mengintip di balik pintu. Ternyata suara itu berasal dari seekor kucing betina berwarna putih dengan warna mata biru dan bulu yang lebat nan indah.
Kucing tesebut sedang menggigit sesuatu di mulutnya yaitu sebuah bungkusan yang berisi bibit buah-buahan untuk ditanam. Melihat hal itu Narra langsung mengusir kucing putih itu dan mencoba merampas bungkusan yang dibawa oleh si kucing. Kucing putih itu melompat ke luar jendela dan berlari. Narra pun mengejarnya. Tanpa disadari Narra telah berlari sangat jauh. Hingga ia tercengang dengan apa yang ia lihat hingga ia tidak peduli terhadap kucing yang mencuri bibit buahnya. Ia melihat banyak orang yang berlalu lalang di sebuah pasar di desa tersebut. Suasananya sangat ramai. Narra sangat terkejut. Ini pertama kali dalam hidupnya ia melihat suasana yang berbeda. Ia tetap berdiri terpaku hingga seorang pemuda tampan menabraknya. Narra segera tersadar dan langsung meminta maaf sambil menunduk malu. Baru pertama kalinya ia bertemu dan berhadapan langsung dengan orang asing. Pemuda tersebut tetap berdiri tenang sambil terus memandang Narra. Pemuda itu juga merasa bingung karena baru pertama kali melihat Narra. Dengan tetap memandang Narra, pemuda itu mengambil benda yang ia jatuhkan saat menabrak Narra. Tiba-tiba Narra kembali melihat kucing putih yang dikejarnya. Ia langsung berlari tanpa permisi kepada pemuda tersebut. Pemuda tampan itu merasa penasaran dengan wajah baru yang ia temui. Ia mengejar Narra dan mengikutinya.
Narra yang terus-terusan berlari di tengah keramaian pasar untuk menangkap kucing putih merasa kelelahan. Ia duduk di kursi di samping penjual buah. Pada saat itu si pemuda tampan menghampirinya. Narra merasa takut dan mencoba menghindarinya. Tiba-tiba si pemuda tampan memberinya sebuah bungkusan yang Narra cari. Narra langsung mengambilnya. Ia berterima kasih dan langsung membalikan badan untuk pergi. Kali ini si pemuda tampan tidak mau kehilangan kesempatan untuk ke dua kalinya. Ia langsung memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan  tangannya. Pemuda tampan itu bernama Yulika. Ia seorang pelukis. Narra juga memberitahu namanya tapi Narra menolak untuk berjabat tangan dengan orang yang baru dikenalnya. Sekali lagi ia mengucapkan terima kasih dan langsung berbalik arah dan berlari menjauhi Yulika. Yulika terpana akan kecantikan Narra sehingga ia tak sadar bahwa Narra telah hilang dihadapannya. Ia berusaha memanggil Narra dan berteriak bahwa ia bersedia mengantarnya pulang. Tapi sepertinya Narra tidak mendengarnya. Narra terus berlari menjauhi Yulika dan menuju arah hutan dimana ia tinggal. Yulika semakin penasaran. Pada pandangan pertama ia sudah menaruh hati pada Narra. Yulika berharap agar ia bisa secepatnya bertemu dengan Narra lagi.
Dalam perjalanan pulang, Narra masih merasa heran dengan apa yang baru ia alami. Tak henti-hentinya ia memikirkan bahwa selama ini ada manusia lain selain dirinya.
Sesampainya di rumah, ia langsung duduk di kamarnya sambil meletakan bungkusan yang dipegangnya. Tiba-tiba air matanya terjatuh. Narra teringat akan kakeknya yang telah meninggal.
Di saat itu pula, seekor kucing putih berlari dari arah luar menuju lemari milik Narra dan menjatuhkan sebuah lipatan dari kulit kayu. Narra langsung bangkit dan mengambil barang yang terjatuh. Ia melihat seekor kucing dan ternyata itu kucing putih yang sama. Kucing yang telah membuatnya berlari cukup jauh. Narra membawa kulit kayu itu dan membuka lipatannya. Di dalamnya berisi gambar kebun indah yang ditumbuhi oleh banyak jenis tanaman mulai dari bunga, sayuran, buah-buahan hingga pohon rindang yang digambar oleh kakeknya.
Beberapa saat ia menatap gambar tersebut, Narra baru teringat akan pesan terakhir kakeknya.
Narra mulai mengingat semua kejadian yang terjadi pada dirinya hari itu. Ia sadar bahwa pesan terakhir kakeknya bukanlah suatu perkataan biasa. Ia mencoba mengartikan apa maksud dari itu semua. Narra langsung berlari ke luar rumah dan apa yang ia lihat sangatlah mencengangkan. Tepat di depannya berdiri seorang peri cantik seusia dirinya. Peri cantik itu adalah jelmaan dari kucing putih yang membuatnya bingung seharian. Peri cantik itu menjelaskan bahwa dirinya disihir oleh ratu peri menjadi seekor kucing karena telah melakukan sebuah kesalahan. Ia dihukum dan diusir ke bumi. Ia dapat kembali ke wujudnya semula jika ia bisa menemukan sesorang yang mempunyai hati yang tulus dan baik hati dan bisa membantunya untuk menemukan kebahagiaan dan cinta sejatinya. Dan orang itu adalah Narra. Sudah sejak lama peri cantik itu mengawasi Narra. Dan sekarang saat yang tepat untuk membantu Narra. Peri cantik itu menjelaskan bahwa beberapa bulan lagi akan terjadi kekeringan yang dahsyat dimana para penduduk akan mengalami kelaparan. Peri itu menyuruh Narra untuk menanam semua biji tanaman yang ada dalam bungkusan kecil. Dalam sekejap peri cantik itu langsung berubah menjadi kucing putih kembali. Dengan segera Narra mengambil bungkusan di dalam kamarnya dan mulai menanam semua biji yang ada.
Keesokan harinya, hal ajaib terjadi. Narra yang melihatnya pun sangat terkejut. Semua bibit yang ia tanam semalam telah tumbuh subur di kebunnya. Dan kebun yang sedang ia saksikan ternyata sama persis dengan yang digambar oleh kakeknya ketika masih hidup. Narra kembali meneteskan air mata. Ia kembali teringat akan kakeknya. Sejak saat itu  Narra menjadi lebih giat bekerja. Setiap hari semua tanaman yang ada di kebunnya selalu ia rawat dengan baik. Ia hidup bersama kucing putih jelmaan peri yang ia beri nama Zora. Walaupun kini ia hanya tinggal dengan seekor kucing tapi Narra sangat bahagia. Semangat hidupnya telah kembali semenjak kepergian kakeknya.
Tak sampai sebulan, kebun Narra telah dapat dipanen. Buah-buahan dan sayuran begitu berlimpah. Narra pun bingung. Apa yang harus ia lakukan terhadap hasil panennya yang begitu berlimpah. Dan untuk kebutuhannya, tidaklah mungkin ia memakan semuanya dan jika dibiarkan akan rusak dan membusuk. Narra berpikir sejenak dan menatap Zora. Ia teringat akan pasar yang ada di ujung hutan. Ia berencana akan ke sana lagi untuk menjual sebagian hasil kebunnya. Kucingnya pun tersenyum tanda ia menyukai ide Narra.
Pagi pun menjelang, Narra dan kucingnya, Zora telah bersiap untuk pergi ke desa. Sesampainya di pasar desa Narra mulai menjajakan barang dagangannya. Buah dan sayur Narra sangatlah berbeda dengan yang dijual oleh penjual lain sehingga banyak pembeli yang memilih membeli jualan milik Narra. Pada hari pertama, semua jualannya terjual habis. Narra sangat senang karena bisa mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan lainnnya. Ia membeli beberapa pakaian baru dan ia juga membeli beberapa makanan untuk Zora. Ketika akan kembali ke hutan, Narra kembali bertemu dengan Yulika, pemuda yang pernah ia temui di tempat yang sama.
Yulika sedang duduk di sudut pasar sambil melukis langsung berdiri dan memberanikan diri menghampiri Narra dengan senyum manis di bibirnya. Narra tidak mengetahui ternyata Yulika telah memperhatikannya sejak tadi. Dan wajah yang ada di lukisan Yulika adalah Narra.
Tanpa ragu Yulika langsung memanggil nama Narra, terlihat seperti seorang teman yang telah akrab. Namun Narra masih merasa takut dan malu. Tidak terpikir olehnya bahwa ia akan bertemu dengannya lagi. Ia tak tahu bagaimana harus menghadapi Yulika. Hatinya berdetak lebih cepat. Ia pun tak tahu apa yang terjadi. Ia hanya bisa berdiri diam dan menunduk di hadapan Yulika.
Yulika memecahkan keheningan dengan kembali memperkenalkan dirinya secara gentle. Kembali diulurkan tangannya berharap akan dibalas oleh Narra. Ternyata Narra mau berjabat tangan dengan Yulika. Narra juga memperkenalkan diri dan kucingnya Zora. Saat itu Yulika langsung memuji Narra dengan mengatakan nama yang indah seperti orangnya. Mendengar itu Narra tersipu malu. Yulika kembali menceritakan tentang dirinya bahwa ia adalah seorang pelukis. Dan ia tinggal di seberang sungai yang berada di arah selatan dari pasar desa.
Ternyata Yulika adalah seorang pangeran dari kerajaaan megah yang ada di seberang sungai seperti yang ia jelaskan ke Narra. Ia sengaja tidak memberitahu Narra tentang identitasnya sebenarnya. Melukis adalah hobinya. Ia sering menghabiskan banyak waktu untuk melukis karena merasa bosan di kerajaan. Makanya Yulika lebih memilih beraktivitas di luar kerajaan. Di tempat di mana tidak ada orang yang mengenalinya dan bisa melakukan apa saja yang ia suka tanpa harus ada pengawasan dari pengawal istana.
Yulika kembali bertanya kepada Narra mengenai dimana ia tinggal dan kenapa selama sebulan Narra tidak ke pasar lagi. Ternyata selama sebulan semenjak pertemuan pertama mereka Yulika selalu datang ke pasar berharap bisa bertemu Narra. Narra mejelaskan bahwa ia bukan  penduduk dari desa itu. Narra mengatakan bahwa ia berasal dari desa seberang yang sangat jauh yang berada di belakang gunung sehingga ia tidak bisa datang ke pasar setiap hari dan baru kali ini ia bisa ke pasar lagi untuk menjual sayuran dan buah-buahan. Narra tidak mau orang lain mengetahui bahwa dirinya tinggal sendirian di hutan dan ia adalah cucu dari orang yang telah diasingkan  oleh penduduk setempat karena penyakit yang diderita kakeknya. Yulika merasa penasaran mengenai dimana sebenarnya Narra tinggal. Setau Yulika tidak ada desa di belakang gunung yang dimaksud Narra. Yulika menawarkan diri untuk mengantarkan Narra untuk kembali ke rumah. Dengan cepat Narra menolak tawarannya. Narra mencoba meyakinkan Yulika bahwa ia bisa pulang sendiri ke rumahnya. Ia tidak mau merepotkan Yulika. Narra langsung berbalik arah dan berjalan ke arah hutan. Melihat ekspresi Narra, Yulika semakin penasaran. Diam-diam Yulika mengikuti Narra. Dalam perjalalanan pulang Narra terlihat sangat gembira. Ia selalu teringat akan Yulika. Sepertinya Narra juga menyimpan hati kepada Yulika. Tapi Nara langsung menyingkirkan perasaannya. Ia menganggap bahwa gadis hutan seperti dirinya tidak pantas untuk pemuda tampan dan pandai seperti Yulika.
Setibanya di rumah Narra langsung menuju kamarnya untuk istirahat bersama Zora. Ia sangat lelah setelah berjalan cukup jauh ke desa. Yulika yang mengikuti Narra juga telah sampai di depan rumah kecil yang dikelilingi oleh kebun nan indah. Yulika terheran-heran bagaimana mungkin seorang gadis cantik hidup sendiri di tengah hutan dan mempunyai kebun yang sangat indah dengan sayur dan buah-buahan segar ada di dalamnya. Yulika ingin sekali menemui Narra, tapi ia takut akan membuat Narra terkejut dengan kehadirannya. Yulika memutuskan untuk kembali. Dalam perjalanan pulang Yulika juga memikirkan Narra. Yulika semakin tertarik dan penasaran terhadap Narra. Hari berikutnya ia kembali menjual hasil panennya di pasar desa. Narra berharap bisa bertemu Yulika lagi. Kali ini mereka bertemu lagi. Mereka semakin dekat satu sama lain. Yulika mencoba mencari tahu tentang kehidupan Narra dan kembali menawarkan Narra untuk mengantarnya pulang. Narra pun kembali menolak tawarannya. Yulika bertanya apakah mereka bisa bertemu lagi di hari esok. Narra menjawab bahwa dirinya tidak bisa setiap hari datang ke pasar karena jarak rumahnya yang jauh. Narra akan datang kembali ke pasar desa seminggu kemudian. Yulika sangat kecewa mendengarnya. Mereka pun berpisah. Narra kembali ke rumahnya di hutan bersama Zora dan kembali mengurusi kebunnya yang tak ia rawat selama beberapa hari.
Yulika yang sangat merindukan Narra tidak bisa berdiam diri saja. Ia memutuskan untuk menemui Narra. Yulika pergi ke hutan tempat Narra tinggal. Setelah sampai, Yulika tidak punya keberanian untuk menemui Narra. Ia hanya bisa melihatnya dari jauh sambil melukis pamandangan indah yang ada di hadapannya. Setiap hari Yulika selalu ke hutan untuk melihat Narra dan melukisnya dari jauh tanpa sepengetahuan Narra.
Seminggu kemudian, Narra kembali kembali ke desa untuk menjual hasil panen dari kebunnya karena kebutuhannya juga telah habis. Kali ini buah dan sayurnya lebih besar dan sangat segar dari biasanya. Beberapa penjual lainnya merasa iri dan tersaingi oleh hasil panen milik Narra. Setelah semuanya terjual habis Narra tidak langsung pulang. Sepertinya ia sedang mencari seseorang. Narra sedang menunggu Yulika. Ia berharap bisa bertemu dengan pemuda tampan itu lagi. Tapi kali ini Yulika tidak terlihat. Narra pulang dengan rasa kecewa. Selama ini ia sangat merindukan Yulika. Narra kembali lagi ke pasar untuk berjualan dan berharap bisa bertemu Yulika. Namun sampai sore hari, Yulika tak muncul juga. Rasa kecewa Narra tak bisa ia sembunyikan lagi. Kali ini ia mengakui bahwa dirinya telah jatuh cinta kepada Yulika. Narra kembali ke hutan bersama kucingnya. Dalam perjalaan pulang Narra hanya diam dan memikirkan bahwa Yulika hanya sekedar menganggapnya teman biasa tidak lebih dan tidak ada alasan untuk bertemu dengannya lagi. Tanpa disadari ternyata ada beberapa orang yang mengikuti Narra dala perjalanan. Mereka adalah penjual buah dan sayur yang merasa iri dan penasaran terhadap sayuran dan buah-buahan milik Narra yang berkualitas bagus dan selalu habis terjual. Mereka sedang merencanakan sesuatu yang buruk untuk Narra.
Pada malam hari, Narra dan kucingnya tengah tertidur lelap. Tiba-tiba beberapa orang yang mengikuti Narra sore tadi memasuki kebun  dan merusak semua tanaman yang ada di dalamnya tanpa tersisa. Setelah melakukan itu mereka tertawa puas karena Narra tidak bisa berjualan lagi sehingga mereka tidak akan merasa tersaingi. Mereka langsung meninggalkan tempat itu tanpa meninggalkan jejak. Keesokan harinya, Narra langsung menuju kebunnya untuk memanen beberapa sayuran dan buah-buahan untuk ia jual ke pasar seperti biasanya. Betapa terkejutnya Narra melihat kondisi kebunnya yang telah hancur berantakan. Narra hanya bisa terdiam menyaksikan semua itu. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Narra sangat sedih hingga ia menangis dan hampir terjatuh di kebunnya. Zora yang mendengar tangisan Narra langsung berlari ke arah kebun. Zora juga sangat kaget dengan apa yang terjadi. Ia hanya bisa mengusapkan kepalanya ke tubuh Narra sambil mengeong.
Kali ini Narra benar-benar terpuruk. Ia tak tahu harus bagaimana. Harta satu-satunya yang bisa kelola untuk bertahan hidup telah dirusak oleh orang jahat.
Sementara itu di kerajaan tengah sibuk berpesta selama tiga hari berturut-turut. Istana mengadakan pesta untuk mencari seorang wanita yang akan dijodohkan dengan sang pangeran, Yulika. Sampai hari ke tiga pesta, Yulika belum juga menemukan seorang yang ia sukai maka kerajaan berencana melakukan pesta lagi hari berikutnya. Yulika menolak mentah-mentah rencana ayahnya itu. Selama tiga hari ia hanya berada di istana, berpesta dan tidak bisa melakukan aktivitas yang biasa ia lakukan yaitu melukis. Ia merasa bosan dengan pesta yang diadakan dan meminta ayahnya untuk membatalkan rencananya. Tetapi ayahnya tetap bersitegang untuk melanjutkan pesta. Ayahnya sangat menyayangi Yulika karena ia adalah putra satu-satunya. Ayahnya meminta kepadanya agar cepat menemukan pasangan hidup dan menikah serta memberikan mereka cucu sebelum mereka meninggal karena ayah dan ibunya telah tua. Mereka sangat menginginkan kehadiran seorang pangeran kecil di istana. Yulika berjanji akan membawakan mereka seorang gadis yang cantik dan rajin. Ia berkata akan menikahi gadis itu, tapi ia masih merahasiakan identitasnya. Yulika bermapitan kepada kedua orang tuanya untuk menemui gadis yang ia maksud. Ia pergi ke pasar tempat Narra menjual hasil kebunnya. Tapi selama seharian ia tidak bertemu Narra. Ia bertanya kepada penjual lainnya apakah mereka melihat Narra. Mereka menjawab tidak melihatnya dan bahkan ada yang tidak mengenalinya sama sekali karena Narra bukanlah penduduk asli desa itu. Yulika merasa cemas. Ia segera pergi ke hutan tempat Narra tinggal. Sesampainya di tempat Narra. Yulika pun terkejut dengan kondisi kebun milik Narra. Ia khawatir terjadi sesuatu hal yang buruk pada Narra. Ia masuk ke dalam rumah sambil memanggil nama Narra. Narra sangat kaget melihat kehadiran Yulika. Darimana Yulika tahu dimana ia tinggal, tanya Narra dalam hatinya. Yulika bertanya kepada Narra apakah ia baik-baik saja dan apa yang sebenarnya terjadi dengan kebun miliknya. Narra menceritakan bahwa ketika dirinya bangun di pagi hari ia telah menjumpai kondisi kebunnya seperti itu tanpa tahu siapa pelakunya. Yulika mencoba menganalisa bahwa tidak mungkin itu perbuatan binatang yang ada di dalam hutan sebab ada bekas potongan benda tajam. Pasti ini ulah seorang manusia. Tapi Narra merasa ragu. Selama ini ia hidup sendiri di hutan dan tidak pernah ada orang lain yang masuk ke dalam hutan kecuali Yulika pada saat ini. Narra merasa tidak mengenal siapapun apalagi mempunyai musuh. Mendengar penjelasan Narra yang cukup masuk akal Yulika pun terlihat ragu, tapi ia tetap yakin bahwa hal itu tidak dilakukan oleh hewan atau binatang dalam hutan. Ia kembali berpikir. Beberapa saat kemudian ia kembali bertanya kepada Narra. Bagaimana selama Narra berada di pasar apakah ada orang yang tidak menyukai jika ia berjualan di pasar atau ada orang yang merasa tersaingi dengan kehadiran Narra. Narra terdiam dan ia mencoba mengingat. Tetapi seingat Narra ia tidak terlalu memperhatikan penjual lain. Ia selalu menghindari kontak langsung dengan penduduk lain sehigga ia tidak tahu akan hal itu. Yulika menghela napas panjang. Ia sangat yakin bahwa pelakunya adalah penjual yang tidak menyukai kehadiran Narra di pasar. Yulika membantu Narra untuk membersihkan kebun. Narra berencana untuk menanami kebunnya lagi karena ia masih menyimpan beberapa bibit tanaman walaupun tidak sebanyak dulu. Mereka membersihkan kebun sampai matahari terbenam. Yulika segera kembali ke istana dan ia berpamitan kepada Narra. Yulika tetap meyakinkan Narra bahwa ia akan menangkap pelakunya. Narra yang sangat kelelahan langsung menuju kamarnya untuk istirahat. Zora yang melihat kondisi Narra ikut merasa sedih. Zora memohon kepada Ratu Peri agar ia bisa membantunya jika dirinya diijinkan menjadi peri putih. Tapi sayangnya ratu peri tidak mengizinkan. Ratu peri menganggap bahwa cobaan ini akan dilewati oleh Narra dengan mudah. Ia adalah gadis yang kuat dan tangguh. Belum saatnya untuk Zora membantunya dengan kekuatan perinya. Zora hanya bisa menghibur Narra dengan selalu berada di dekatnya.
Keesokan harinya, Narra terbangun dan ia langsung menuju kebunnya. Ia berencana untuk memulai menanam bibit yang baru. Sesampainya di depan pintu, ia terkejut karena sesosok pemuda tampan berdiri di depannya yang menghalangi cahaya matahari sehingga wajah tampannya terlihat jelas dengan senyum manis di bibirnya. Ternyata Yulika telah datang sepagi itu untuk membantu Narra. Dengan ditemani Zora yang setia, Narra dan Yulika terlihat sangat menikmati pekerjaan berkebun ini. Satu demi satu bibit ditanaminya. Yulika tidak pandai berkebun karena ia seorang pangeran dan hobinya melukis. Ia sedikit kesulitan dalam melakukan pekerjaannya. Tapi demi sang pujaan hati, ia rela melakukan hal yang belum pernah ia lakukan seumur hidup. Yulika sangat menikmati pekerjaannya sebagai petani.
Setiap hari Yulika selalu mengunjungi Narra untuk membantunya mengurusi kebun. Yulika juga selalu membawa peralatan melukisnya. Di sela-sela kesibukannya mengurusi kebun ia menyempatkan dirnya untuk melukis. Objek yang dilukisnya tentu saja adalah Narra walaupun ia lakukan secara diam-diam. Ia juga melukis apa saja yang ia anggap indah di sekitar rumah Narra.
Setelah beberapa lama, kebun mereka tumbuh subur walaupun tanaman yang ditanam tidaklah banyak. Narra sangat senang melihat kebunnya kembali dipenuhi sayuran dan buah-buahan. Ia berencana untuk kembali menjualnya di pasar demi memenuhi kebutuhan hidupnya bersama Zora.
Di pagi hari, Narra telah terbangun dan bersiap-siap menuju ke desa. Setelah ia sampai pemandangan agak berbeda ia temukan karena dia baru menginjakan kakinya lagi di desa itu setelah sekian lama. Para penjual sayur dan buah berkurang. Suasana pasar pun tidak seramai dulu. Ternyata desa mereka sedang dilanda krisis bahan pangan akibat kekeringan yang melanda desa itu. Banyak tanaman yang gagal panen karena kekeringan. Para peduduk juga menderita kelaparan karena pasokan bahan pangan berkurang.
Narra mencoba bertanya kepada salah seorang pedagang di dekatnya tentang apa yang terjadi. Pedagang itu menjelaskan situasi desa itu kepadanya. Narra mengerti kenapa Yulika dalam beberapa hari tidak pernah menemuinya lagi. Ia mengira Yulika juga sedang dalam kondisi yang sama seperti yang diderita warga lain. Tapi Narra bersyukur bahwa bencana itu tidak terjadi kepadanya. Kebunnya tetap berbuah dan ia tidak perlu khawatir kekurangan bahan makanan.
Apa yang dijual oleh Narra habis terjual karena memang kondisi desa itu sangat memperihatinkan. Bahkan Narra memberikan secara cuma-cuma kepada beberapa warga karena ia merasa kasihan. Dalam perjalan pulang, ia berpikir untuk mencari cara membantu penduduk desa menghadapi bencana ini. Nara berniat untuk membawakan mereka beberapa makanan dari hasil kebunnya. Ia tidak mau lagi menjualnya.
Sementara itu di kerajaan Yulika juga kehabisan ide untuk mengatasi bencana yang menimpa panduduknya. Ia dan ayahnya selalu berdiskusi dengan anggota kerajaan lainnya untuk menemukan solusi. Mereka tidak bisa berbuat-apa-apa. Pasokan makanan yang mereka simpan hampir habis. Jika terus seperti ini maka pihak istana pun akan mengalami bencana kelaparan. Sudah banyak warga yang menderita beberpa penyakit akibat kekurangan makanan.
Tiba-tiba Yulika teringat akan Narra dan kebunnya. Yulika menjelaskan kepada ayah dan ibunya bahwa ia bisa mengatasi situasi ini. Dan yang bisa membantunya adalah seorang gadis yang tinggal di hutan. Ia juga memberitahu kepada orang tuanya bahwa ia mencintai Narra dan ingin menikahinya. Tentu saja tidak dalam situasi yang seperti ini. Awalnya orang tuanya tidak menyetujinya karena Narra bukan dari kalangan bangsawan. Dia hanya gadis hutan yang tidak memiliki keluarga. Tapi mengingat kondisi istana yang sedang kacau maka orang tuanya memberi restu karena anak mereka sudah sangat mencintainya. Yulika segera menuju ke hutan untuk menemui Narra. Apa yang ia pikirkan telah tebukti bahwa satu-satunya daerah yang tidak dilanda bencana kekeringan adalah tempat Narra. Kebunnya dipenuhi tanaman yang sangat subur. Ia langsung menjelaskan kepada Narra tentang kondisi desanya dan meminta bantuan kepada Narra. Narra yang telah mengetahuinya dengan senang hati menolong penduduk desa. Yulika berencana untuk memetik semua hasil kebun Narra dan membawanya ke desa ia juga meminta Narra untuk dibuatkan beberapa ramuan untuk penduduk yang sedang sakit. Setelah semua hasil kebun dipanen dan ramuan telah dibuat. Yulika juga berencana membawa prajurit dari istana untuk mengangkut bahan makanan dari kebun Narra. Yulika dan Narra berangkat ke desa. Setelah sampai di desa mereka langsung menolong beberapa penduduk yang kondisinya sangat memperihatinkan. Setelah membantu beberapa warga Yulika mengajak Narra ke istana. Yulika memperkenalkan Narra kepada ayah dan ibunya. Saat itu juga Narra kaget. Ia tidak menyangka bahwa Yulika adalah seorang pangeran. Lalu Yulika meminta maaf kepada Narra karena menyembunyikan identitasnya selama ini. Ia akan menjelaskan kenapa ia harus berbohong mengenai dirinya setelah mereka menanagani dan menyelesaikan masalah besar yang melanda negeri mereka. Narra tidak bisa berkonsetrasi dengan baik. Dia sangat bingung dan tidak mengerti dengan pengakuan Yulika. Tapi ia kembali fokus untuk membantu warga. Setelah Yulika memanggil para prajurit mereka langsung menuju hutan. Sesampainya di hutan, mereka melihat asap mengepul. Mereka semakin memacu kuda mereka lebih cepat karena penasaran dan mengikuti sumber asapnya. Hal mengejutkan telah terjadi. Semua hasil panen mereka telah dicuri sedangkan rumah dan kebun Narra telah hangus terbakar. Narra yang melihatnya sangat sedih. Ia langsung meneteskan air mata. Sementara Yulika sangat geram. Ingin sekali ia menemukan pelakunya. Yulika memerintahkan kepada prajuritnya untuk segera mencari pelakunya dan menyeretnya di hadapan dirinya dan Narra. Mereka bertambah bingung karena keadaan di negeri mereka semakin buruk. Makanan menjadi sangat langka. Anak-anak menangis karena kelaparan dan kehausan. Narra yang sedang sedih berjalan menuju bekas rumahnya yang telah hangus terbakar. Namun ada satu keanehan yang terjadi. Ia menemukan kulit kayu bergambar milik kakeknya yang masih tetap utuh. Narra sangat senang karena peninggalan kakeknya yang berharga tidak ikut terbakar. Ia langsung memeluknya dan meneteskan air mata. Air matanya jatuh mengenai kulit kayu bergambar itu. Hal ajaib pun terjadi. Kulit kayu itu terbang dan mendarat di tengah-tengah kebun dan mengeluarkan cahaya yang menyilaukan mata. Dalam sekejap tanah yang tadinya kosong berubah menjadi kebun luas yang ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman mulai dari sayuran hingga buah-buahan. Semua yang tumbuh bisa dikomsumsi. Narra dan Yulika yang menyaksikan itu sangat kaget dan takjub, mereka menganggap ini adalah keajaiban. Mereka sangat senang dan bersyukur. Sementara itu Zora yang berdiri di samping Narra juga ikut berubah ke wujud aslinya. Zora berubah menjadi peri putih.
Dari arah yang berlawanan terpancar cahaya dan muncul seorang peri cantik mendekati mereka. Zora langsung memberi hormat. Dia adalah ratu peri. Ratu peri memperkenalkan dirinya. Ia mengatakan bahwa kejadian yang baru saja terjadi adalah keajaiban karena cinta yang tulus pada diri Narra. Kekihlasannya untuk membantu penduduk desa sangat murni. Jadi keajaiaban yang terjadi bukan semata-mata karena kekuatan sihir. Itulah hasil yang didapat oleh orang yang memilki jiwa yang bersih dan suci seperti Narra. Saat itu juga Yulika memerintahkan semua prajuritnya untuk membawa semua makanan yang ada di kebun milik Narra untuk diangkut ke desa dan istana. Hal itu mereka lakukan mengingat jarak desa dan hutan yang cukup jauh. Dan tidaklah mungkin jika penduduk desa yang harus ke hutan. Sementara itu Narra dibantu peri putih meramu obat-obatan untuk penduduk yang terkena penyakit.  
Beberapa saat kemudian muncul prajurit istana dan tiga warga desa. Mereka diseret ke hadapan sang pangeran. Mereka adalah pelaku perusakan kebun Narra. Dan sesuai dugaan Yulika mereka adalah pedagang yang berjualan di pasar yang sama dengan Narra. Setelah dicari tahu motifnya mereka mengaku bahwa mereka merasa iri dan tidak menyukai kehadiran Narra di pasar yang mereka anggap sebagai saingan mereka. Yulika langsung meyuruh prajuritnya untuk memasukan mereka ke dalam penjara bawah tanah sebagai hukuman. Namun Narra menahannya. Ia meminta kepada Yulika untuk membebaskan dan memaafkan mereka. Menurut Narra apa yang telah mereka lakukan adalah hanya sebatas amarah kepada dirinya. Narra malah menyalahkan dirinya. Seharusnya ia tidak pernah pergi ke desa untuk berdagang. Karena tanpa ia sadari kehadirannya telah merugikan orang lain. Dengan penuh keikhlasan Narra memaafkan ketiga pelaku tersebut. Tapi Yulika ingin agar mereka tetap dipenjara dan meyakinkan Narra bahwa tindakan mereka adalah tindakan kriminal dan harus diberi sanksi. Kali ini Narra sangat teguh dengan pendiriannya untuk membebaskan ketiga pelaku. Ia menjelaskan kepada Yulika bahwa jika bukan karena mereka hal ajaib ini tidak akan terjadi. Dan lebih baik harus lebih fokus pada bencana kelaparan yang melanda negeri mereka. Menghukum mereka pun tak akan merubah keadaan yang ada. Akhirnya Yulika mengalah kepada Narra. Ia tidak ingin melihat Narra bersedih dan kali ini kelihatannya Narra sangat bersungguh-sungguh untuk memohon. Ia membebaskan ketiga pelaku tersebut dan menugaskan mereka untuk membantu prajurit mengangkut makanan ke desa. Ketiganya sangat senang dan mereka berterima kasih kepada Narra dan Yulika. Dan mereka mengaku sangat menyesal telah melakukan perbuatan jahat seperti itu. Mereka juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan akan hidup menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Melihat kejadian itu ratu peri dan peri putih sangat tersentuh melihat kebaikan Narra. Mereka memberikan buku gambar bersampul emas kepada Narra sebagai hadiah. Yulika dan Narra mengucapkan rasa terima kasih mereka atas bantuan ratu peri. Narra sangat bersedih karena harus berpisah dengan Zorra yang kini telah menjelma menjadi seorang peri putih cantik. Tak ada lagi kucing putih berbulu lebat yang selalu menemaninya di saat senang maupun susah. Peri putih pun tak bisa menahan rasa sedihnya berpisah dengan Narra. Dan setelah menyelasaikan tugasnya ratu peri dan peri putih menghilang.
Keadaan di desa dan istana telah kembali normal. Semua penduduk yang sakit telah sembuh berkat ramuan Narra dan penduduk yang kelaparan telah tertolong. Pasokan makanan mereka sangat banyak sehingga mereka bisa melewati musim kemarau tanpa harus takut kehabisan bahan makanan. Kebun Narra setiap hari menghasilkan buah yang banyak dan besar. Hasilnya selalu dibawa ke istana untuk dibagikan kepada penduduk.
Musim kemarau pun telah berlalu. Akhirnya Yulika mengajak Narra ke istana dan ia memita ijin kepada sang raja dan ratu untuk menikahi Narra. Kedua orang tua Yulika dengan senang hati merestuinya. Yulika dan Narra pun menikah. Mereka mengadakan pesta di kebun milik Narra. Kebun milik Narra disulap menjadi kebun yang sangat indah dengan hiasan berwarna warni. Suasananya sangat ramai dan meriah. Semua penduduk hadir menyaksikan pernikahan sang pangeran dan pahlawan mereka, Narra si gadis cantik yang berhati mulia. Mereka berdua pun hidup bahagia dan dikaruniai sepasang anak kembar laki-laki yang tampan bernama Zado dan Zido.










                                                                                                        

Comments

Popular posts from this blog

LOMBA DEKORASI KELAS

IBU, KATA TERINDAH DI DUNIA